Tiga Sedadu
TIGA SERDADU
Joseph Jacobs
Pada suatu masa, ada tiga orang serdadu yang barusan kembali dari medan perang, satu berpangkat sersan, satunya berpangkat kopral, dan orang yang ketiga berpangkat prajurit. Suatu malam mereka terpaksa bermalam di hutan dan membuat api unggun sebagai penerangan, dan sersan mendapatkan giliran untuk berjaga.
Sementara dia berjaga, seorang wanita tua bungkuk, datang kepadanya dan berkata, "Serdadu yang baik, bisakah saya menghangatkan diri di dekat api unggunmu?"
"Tentu saja, Bu. Anda saya persilakan duduk dekat api untuk menghangatkan diri," kata si Sersan.
Jadi wanita tua itu duduk dekat api unggun untuk sementara waktu, dan ketika dia benar-benar telah merasa hangat, dia berkata kepada sersan, "Terima kasih, serdadu, terimalah pemberian ini sebagai balas jasaku kepada kamu."
Si Wanita Tua itu pun menyerahkan sebuah dompet berupa kantongan, yang tampaknya memiliki sesuatu di dalamnya.
"Oh, terima kasih, Bu," kata si Sersan, "tapi saya tidak mengharapkan hadiah apa-apa dari Anda, apalagi di saat Anda tidak memiliki sesuatu."
"Mungkin kelihatannya begitu," kata wanita tua itu, "tetapi coba tuangkan isi kantongan ini ke tanganmu, saat terus menuangkannya seperti itu kepingan emas akan mengalir keluar dari kantong itu."
Si Sersan mencobanya, dan setiap kali dia mengangkat dan menuangkan isi kantongan, dari dalam kantong keluarlah kepingan-kepingan emas. Si Sersan mengucapkan terima kasih, dan wanita tua itu pun pergi.
Malam berikutnya, si Kopral yang mendapatkan giliran untuk menjaga, dan si Wanita Tua itu juga datang kepadanya dan minta untuk dapat duduk di dekat api unggun.
"Tentu saja, Bu," ujar si Kopral. "Saya mengerti bagaimana rasanya saat tubuh kedinginan."
Si Wanita Tua kemudian duduk di dekat api untuk sementara waktu, dan ketika dia akan pergi, dia memberi kopral itu sebuah taplak meja.
Kata si Kopral, "Terima kasih, Bu, tetapi kami serdadu, jarang menggunakan taplak meja ketika kita makan."
"Ya, tetapi taplak meja ini akan memberikan kamu makanan," kata si Wanita Tua. "Setiap kali kamu menempatkan ini di atas meja atau di tanah dan berseru 'penuhilah!', maka makanan yang terbaik akan muncul sekaligus di atasnya."
"Kalau begitu," kata si Kopral, "Saya akan menerimanya, dan saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Anda."
Tidak lama kemudian, si Wanita Tua itu pun pergi. Lalu, si Kopral membangunkan rekan-rekannya dan menggelar taplak mejanya lalu berucap: "Taplak meja, penuhilah!"
Dalam sekejap, makan malam terbaik yang bisa kita bayangkan,muncul di atas taplak meja tersebut.
Malam berikutnya, si Prajurit yang mendapatkan tugas jaga malam, dan si Wanita Tua itu muncul juga dan meminta untuk duduk di dekat api unggun seperti biasanya.
"Tentu saja boleh," kata si Prajurit. "Sambutan saya terhadap Anda, sama seperti saya menyambut ibu saya sendiri."
Setalah si Wanita Tua itu duduk beberapa waktu di dekat api, maka dia pun berdiri dan berkata, "Terima kasih banyak, Nak. Saya berharap kamu menerima pemberian saya ini."
Si Wanita Tua itu pun memberikan sebuah peluit ke prajurit yang berjaga ini.
"Untuk apakah peluit ini?" tanya si Prajurit. "Saya tidak terlalu mengetahui kegunaan dari peluit ini."
"Kamu cukup meniupnya saja," jawab si Wanita Tua, "dan setiap kali kamu meniupnya, akan datang pasukan bersenjata yang akan melakukan apapun yang kamu perintahkan kepada mereka."
Setelah itu, wanita tua itu pun pergi dan mereka bertiga tidak pernah melihatnya lagi. Selanjutnya, ketiga serdadu melanjutkan perjalanan bersama sampai tiba di suatu kota di mana ada seorang putri raja yang sangat bangga dengan kemampuannya bermain kartu, bahkan sang Putri berjanji bahwa dia akan setuju untuk menikahi pria yang bisa mengalahkan dia bermain kartu.
Si Sersan juga pandai bermain kartu, karena itu dia berusaha mencoba peruntungannya dengan sang Putri. Dia pun pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengikuti sayembara dan bermain kartu melawan sang Putri, tetapi sang Putri berkata kepadanya, "Apa yang kamu berikan bila kamu kalah? Nah, jika saya kalah, saya harus menikahi kamu. Bagaimana dengan kamu, setuju?"
Si Sersan itu mengangguk dan mengatakan, "Ya, saya akan memberikan kantong dompet saya bila saya kalah."
"Mengapa, hanya kantong dompet? Kantong dompet itu kan tidak berisi apa-apa di dalamnya!" seru sang Putri.
"Mungkin tidak kelihatan berisi apapun sekarang," jawab si Sersan. "Tapi lihatlah," tunjuk si Sersan, dan dia pun membalikkan kantong dompet dan meletakkan tangannya di bawah kantong tersebut, dan pada saat itu kepingan emas berjatuhan ke telapak tangannya selama dia menuangkan isi kantong tersebut.
Sang putri pun setuju untuk bermain demi mendapatkan kantongan itu. Tetapi dengan liciknya, dia telah mengatur cermin di bagian belakang kepala sersan sehingga dia bisa melihat semua kartunya. Karena itu, dia dapat menang mudah, dan si Sersan harus kehilangan kantongan dompetnya.
Tetapi sang Putri ini begitu cantik dan menarik sehingga si Sersan jatuh cinta kepadanya, dan ketika dia kembali ke rekan-rekannya, dia meminta si Kopral untuk meminjamkan taplak mejanya. Lalu, dia pun kembali ke sang Putri dan berkata kepadanya, "Apakah Anda ingin bermain dengan saya demi selembar taplak meja ini?"
Sang Putri kaget karena hanya ditawarkan taplak meja. Tetapi si Sersan menjelaskan, "Ini adalah sebuah taplak meja yang sangat indah, selain itu taplak meja ini memiliki kelebihan tersendiri."
Lalu dia meletakkan taplak tersebut di atas meja dan berkata, "Taplak meja, penuhilah!"
Saat itu makan malam yang lezat terhampar di atasnya. Sang Putri tahu dia akan bisa mengalahkan si Sersan. Dia setuju untuk bermain sekali lagi untuk mendapatkan taplak meja itu, karena yakin dengan memakai cermin dia bisa memenangkan taplak meja dari si Sersan.
Hal yang sama terulang kembali ketika si Sersan meminjam peluit dari si Prajurit, dan mencoba peruntungannya sekali lagi dengan sang Putri. Akan tetapi kali ini dia menyadari apa yang sang Putri lakukan, dan akhirnya tahu bahwa dia telah ditipu, meskipun dia tidak berani mengungkapkannya.
Dia mengalami kekalahan lagi dan kembali ke rekan-rekannya, meminta maaf kepada rekan-rekannya, dan menceritakan semua kelicikan sang Putri yang telah menipunya. Teman-temannya pun memaafkannya, dan mereka semua berangkat melanjutkan perjalanan untuk mengembara.
Mereka semua berjalan dan berjalan lagi sampai akhirnya mereka tiba di tepi sungai di mana pada tepiannya tumbuh pohon ara berwarna putih dan hitam. Si Sersan pun mengumpulkan beberapa buah ara dari pohon yang berbeda, lalu duduk di tepi sungai sambil memakan buah tersebut.
Pertama, dia makan buah ara yang hitam. Karena merasa haus, dia pergi ke sungai untuk minum air, dan saat dia melihat ke dalam air, dia melihat bahwa telah tumbuh dua tanduk di sisi kepalanya seperti tanduk seekor kambing. Si Sersan menjadi terkejut dan bingung, dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tetapi karena masih lapar, dia pun memakan salah satu buah ara yang berwarna putih.
Ketika dia pergi untuk minum sekali lagi, dia melihat bahwa tanduknya telah menghilang. Dia menjadi mengerti bahwa buah ara hitam akan menumbuhkan tanduk dan buah ara putih menghilangkan tanduk yang muncul. Dia lalu mengumpulkan lebih banyak buah ara tersebut dan kembali ke kerajaan sang putri, lalu mengirimkan beberapa buah ara hitam sebagai hadiah dari seorang pengagum.
Setelah beberapa saat, terdengarlah kabar di sekitar kerajaan bahwa sang Putri memiliki tanduk di kepalanya, dan akan memberikan apapun yang diminta kepada setiap orang yang bisa menghilangkan tanduk di kepalanya.
Si Sersan pun pergi ke istana, dan di hadapan sang Putri dia berkata, "Saya dapat menghilangkan tanduk Anda, tetapi saya menginginkan agar kantong dompet saya, taplak meja saya, dan peluit saya dikembalikan."
Sang Putri pun memerintahkan pelayannya untuk membawa benda tersebut ke hadapan si Sersan, dan berjanji untuk mengembalikan semuanya apabila tanduknya dihilangkan. Maka si Sersan memberinya ara putih, dan segera setelah sang Putri memakan buat tersebut, tanduknya pun menghilang. Si Sersan kemudian mengambil kantong dompetnya, taplak mejanya, dan peluitnya.
Setelah itu, dia berkata kepada sang Putri, "Sekarang, maukah Anda menikah dengan saya?"
"Tidak," tolak sang Putri. "Mengapa saya harus menikah dengan kamu?"
"Karena Anda memenangkan permainan kartu dengan cara tidak jujur," ketus si Sersan.
Sang Putri tetap menolak untuk dinikahi. "Mungkin saya curang, mungkin tidak, tetapi saya tidak melihat alasan apapun yang mengharuskan saya harus menikah dengan kamu."
Kemudian si Sersan pun meniup peluitnya, dan dalam sekejap istana terisi penuh dengan pasukan serdadu. Si Sersan itu pun kembali berkata, "Jika Anda tidak memenuhi janji Anda untuk menikah dengan saya, saya dan serdadu ini akan merebut tahta ayah Anda!"
Sang Putri pun akhirnya menerima lamaran si Sersan, dan si Sersan pun mengirim utusan kepada rekannya, si Kopral dan si Prajurit agar mereka dapat datang ke istana untuk ikut menikmati kemakmuran si Sersan. Akhirnya, mereka semua hidup berbahagia dalam kemakmuran.
Jangan pernah bertaruh, karena hal tersebut dapat membuat kita kehilangan segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar